Biodata

Foto saya
Lifestyle of Medan's People, Do You Want to Beat it...???

25 September 2009

Siti Khadijah ra, The True Love of Muhammad SAW

Mengenang Siti Khadijah ra berarti kita mengingat sejarah perjuangannya dalam mendampingi Rasulullah. Siti Khadijah berasal dari keturunan yang terhormat, mempunyai harta kekayaan yang tidak sedikit serta terkenal sebagai wanita yang tegas dan cerdas. Bukan sekali dua kali pemuka kaum Quraisy mencoba untuk mempersunting dirinya. Tetapi pilihannya jutru jatuh pada seorang pemuda yang bernama Muhammad, pemuda yang begitu mengenal harga dirinya, yang tidak tergiur oleh kekayaan dan kecantikan.

Sayyidatina Khadijah ra merupakan wanita pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Beliau banyak membantu dan memperteguhkan tekad Rasulullah SAW melaksanakan risalah dakwah. Beliau senantiasa berusaha meringankan kepedihan hati dan menghilangkan keletihan serta penderitaan yang dialami oleh suaminya dalam menjalankan tugas dakwah. Inilah keistimewaan dan keutamaan Khadijah dalam sejarah perjuangan Islam. Beliau adalah sumber kekuatan yang herada di belakang Rasulullah saw. Pada suatu ketika Rasulullah saw menyatakan, yang mana pernyataan beliau ini membuat Siti Aisyah merasa cemburu: “Demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman kepadaku saat semua orang ingkar, yang percaya kepadaku ketika semua mendustakan, yang mengorbankan semua hartanya saat semua berusaha mempertahankannya dan … darinyalah aku mendapatkan keturunan.” Begitulah pernyataan Rasulullah saw tentang kepribadian Khadijah, istrinya. Seorang isteri sejati, muslimah yang dengan segenap kemampuan dirinya berkorban demi kejayaan Islam. Dalam majelis haul dan & zikir semacam ini banyak hikmah yang dapat kita ambil. Majelis-majelis seperti inilah yang dicintai oleh Rasulullah, karena da’am majelis seperti ini, kita bisa mengetahui perjuangan orang-orang yang berjuang bersama Rasulullah. Alangkah celakanya mereka-mereka yang sombong, congkak, yang membenci peringatan-peringatan seperti ini, karena mereka secara tidak langsung telah berpaling dari orang-orang yang dicintai Allah dan RasulNya. Kelak mereka ketika di akherat akan diubah wujudnya oleh Allah menjadi seekor semut yang kecil, mereka akan terinjak-injak oleh manusia. Dikisahkan pada zaman sahabat, ada seorang sahabat yang mempunyai anak yang masih berumur 10 tahun, ingin ikut bersama ayahnya untuk berjihad menegakkan agama Allah Sewaktu di tengah-tengah medan pertempuran sang anak berkata pada ayahnya: “Wahai ayahku doakan aku mati syahid agar bisa bertemu dengan Rasulullah”, Apa jawab sang ayah: “Jika engkau syahid dalam pertempuran ini tolong sampaikan salamku pada Rasulullah SAW”. Inilah salah satu contoh mendidik anak agar anak menjadi sholeh. Sangat berbeda dengan zaman yang kita hadapi sekarang ini, di mana orang tua lebih takut jika anaknya tidak bisa matematika, tidak faham internet dan llmu-ilmu dunia lainnya, sementara tidak merasa kuatir ataupun takut jika mereka tidak mengenal Allah dan Rasul-Nya. Coba kita tengok anak-anak zaman sekarang mereka lebih faham nama-nama bintang sinetron ataupun sepak bola. Sementara nama-nama nabi, para sahabat dan para auliya’illah mereka tidak kenal. Wahai para kaum muslimin mari kita didik anak-anak kita untuk lebih mengenal Allah dan Rasul-Nya, mari kita ajak mereka untuk sholat berjama’ah membaca Al-Quran. jangan sampai mereka tidak bisa membaca Al-Quran apalagi tidak mengerjakan sholat.

Diambil dari Media Ummat Pebruari 2008

21 September 2009

Kisah Indah di Idul Fitri bersama RasuluLLah SAW

Kisah ini terjadi di Madinah pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri. Rasulullah saw seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan para muslimin dan muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari raya itu. Alhamdulillah, semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari kesana kemari dengan mengenakan pakaian hari rayanya. Namun tiba-tiba Rasulullah saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.

Rasulullah saw lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu. Rasulullah saw kemudian meletakkan tangannya yang putih sewangi bunga mawar itu dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut : “Anakku, mengapa kamu menangis? Hari ini adalah hari raya bukan?” Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita : “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Anak-anak bermain dengan riang gembira. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw. Ia bertarung bersama Rasulullah saw bahu-membahu dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?”

Setelah Rasulullah saw mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: “Anakku, hapuslah air matamu… Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu…. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? …. Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu…. dan Aisyah menjadi ibumu…. Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”

Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah saw, orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya. Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah saw, namun entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah katapun. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah saw menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah saw yang lembut seperti sutra itu.

Sesampainya di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya. Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu bertanya :

“Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?”

Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab :

“Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya.”

Rasulullah saw bersabda : ”Siapa yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.”

17 September 2009

Seputar Pelaksanaan Shalat Idul Fitri

Pada idul fitri 1 syawal biasanya Rasulullah SAW keluar dari tempat i'tikaf-nya ikut berbondong-bondong dengan segenap kaum muslimin menuju lapangan untuk shalat hari raya bersama. Hal ini untuk "mendemonstrasikan" di mata kaum kuffar, betapa banyak dan kuatnya kaum muslimin.

Beliau membolehkan kaum wanita untuk ikut keluar ke lapangan, bahkan yang haid sekalipun. Namun Rasulullah membatasi mereka untuk menyisih di pinggir bagi yang haid. Yakni agar mereka semua dapat mendengarkan khutbah, mendapatkan berkah dan doa dari kaum muslimin yang dilaksanakan kaum muslimin yang menjalankan shalat 'ied.

Biasanya Rasulullah berkhutbah 'id setelah melaksanakan shalat hari raya.

Rasulullah SAW pernah melakukan shalat 'id di masjid saat dilanda musim hujan.

Dalam khutbahnya Rasulullah menasehati dan menganjurkan kepada kaum wanita agar gemar bersedekah.

Rasulullah tidak mau pulang melewati jalan yang sama ketika Beliau berangkat. Hal ini dimaksudkan agar Beliau mendapat kesempatan lebih banyak untuk bertemu orang lain dan memanfaatkan semaraknya hari raya untuk dirinya.

Pada hari raya, Rasulullah membolehkan kita bermain dan bersuka ria, berpakaian bagus, dan lain-lain, yang tidak biasanya pada hari-hari biasa.

Anjran-anjuran Rasul sebelum menunaikan shalat 'ied diantaranya, memenuhi kewajiban zakat fitrah sebelum shalat ditunaikan, mandi sebelumnya, memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, mengenakan parfum dan wewangian, makan pagi dengan beberapa butir kurma (atau sedikit makanan) sebelum berangkat ke lapangan atau masjid, berangkat dengan bertakbir, bertahmid dan bertahlil, untuk menunjukkan 'izzah Islam dan kaum muslimin. Berangkat dan pulang, disunnahkan dengan berjalan kaki dengan jalan yang berbeda.

Kemudian ada hal-hal yang mesti diperhatikan dalam pelaksanaan shalat dan khutbah 'ied, yakni:

* Tidak diawali oleh azan dan iqamat

* Tidak ada shalat sunah sebelum dan sesudahnya

* Waktu pelaksanaan shalat 'ied adalah dari tinggi matahari sekadar tiga meter, hingga tergelincir matahari. Tetapi yang utama adalah disegerakan.

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI,
1 SYAWAL 1430 HIJRIYAH
MOHON MAAF LAHIR & BATHIN
TAQOBBALLAHU MINNA WA MINKUM - TAQOBBAL YAA KARIIM

10 September 2009

FATMA MUI tentang ZAKAT (sekedar mengingatkan...)

KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 3 Tahun 2003
Tentang
ZAKAT PENGHASILAN


Majelis Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG :

1. bahwa kedudukan hukum zakat penghasilan, baik penghasilan rutin seperti gaji pegawai/karyawan atau penghasilan pejabat negara, maupun penghasilan tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, penceramah, dan sejenisnya, serta penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya, masih sering ditannyakan oleh umat islam Indonesia.
2. bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum zakat penghasilan tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat islam dan pihak-pihak yang memerlukan.


MENGINGAT :

1. Firman Allah SWT tentang zakat ; antara lain :
“hai orang yang beriman !nafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu… “(QS. Al-Baqarah [2]:267)
“…Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan katakanlah : “ Yang lebih dari keperluan “…”(QS. Al-Baqarah (2) :219)
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah (9): 103)
2. Hadits-haits Nabi SAW, antara lain :
“Diriwayatkan secara marfu’ hadits Ibnu Umar, dari Nabi SAW beliau bersabda ”Tidak ada zakat pada harta sampai berputar satu tahun” (HR.)
“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda : tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’(HR.Muslim.). Imam Nawawi berkata : “hadist ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk di kembangkan) tidak dikenankan Zakat.”
“Dari hakim Bin Hizam r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda: ‘tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri,Allah akan memberikan kecukupan”(HR. Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a.,Rasulullah SAW bersabda : ‘Sedekah hannyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah.Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(H.R. Ahmad).


MEMPERHATIKAN :

1. Pendapat Dr. Yusuf Al Qardhawi:
2. Pertanyaan dari masyarakat tentang zakat profesi, baik melalui lisan maupun surat: antara lain Baznas.
3. Rapat-rapat komisi fatwa, terakhir rapat pada sabtu,8 Rabi’ul Awwal 1424/10 Mei 2003 dan sabtu 7 Juni 2003/6 Rabi’ul akhir 1424.



Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG ZAKAT PENGHASILAN

Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Kedua : Hukum
Semua bentuk penghasilan halal wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.

Ketiga : Waktu Pengeluaran Zakat.

1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama setu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.



Keempat : Kadar Zakat
Kadar zakat penghasilan adalah 2,5%.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 06 R.Akhir 1424 H.
07 Juni 2003 M


MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA

Ketua, Sekretaris,


K.H. MA’RUF AMIN HASANUDIN

05 September 2009

Ummu Sulaim, si Cerdas yang Dijamin Surga

Ia seorang wanita keturunan bangsawan dari kabilah Anshar suku Khazraj memiliki sifat keibuan dan berwajah manis menawan. Selain itu ia juga berotak cerdas penuh kehati-hatian dalam bersikap, dewasa dan berakhlak mulia, sehingga dengan sifat-sifatnya yang istimewa itulah pamannya yang bernama Malik bin Nadhar melirik dan mempersuntingnya. Rumaisha Ummu Sulaim binti Milhan bin Khalid bin Zaid bin Malik adalah satu dari wanita salihah yang memiliki kedudukan istimewa di mata Rasulullah.

Pada saat Rasululllah menyerukan dakwah menuju tauhid, tanpa keraguan lagi Ummu Sulaim langsung memeluk agama Islam, dan tidak peduli akan gangguan dan rintangan yang kelak akan dihadapinya dari masyarakat jahili paganis.

Namun suaminya, Malik bin Nadhir sangat marah saat mengetahui istrinya telah masuk Islam. Dengan dada gemuruh karena emosi, ia berkata pada Ummu Sulaim: "Engkau kini telah terperangkap dalam kemurtadan!"

"Saya tidak murtad. Justru saya kini telah beriman," jawab Ummu Sulaim dengan mantap. Dan kesungguhan Ummu Sulaim memeluk agama Allah tidak hanya sampai di situ. Ia juga tanpa bosan berusaha melatih anaknya, Anas, yang masih kecil untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

Melihat kesungguhan istrinya serta pendiriannya yang tak mungkin tergoyahkan membuat Malik bin Nadhir bosan dan tak mampu mengendalikan amarahnya. Hingga ia kemudian bertekad untuk meninggalkan rumah dan tidak akan kembali sampai istrinya mau kembali kepada agama nenek moyang mereka. Ia pun pergi dengan wajah suram. Sayangnya, di tengah jalan ia bertemu dengan musuhnya, kemudian ia dibunuh..

Saat mendengar kabar kematian suaminya dengan ketabahan yang mengagumkan ia berkata, "Saya akan tetap menyusui Anas sampai ia tak mau menyusu lagi, dan sekali-kali saya tak ingin menikah lagi sampai Anas menyuruhku."

Setelah Anas agak besar, Ummu Sulaim dengan malu-malu mendatangi Rasulullah dan meminta agar beliau bersedia menerima Anas sebagai pembantunya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pun menerima Anas dengan rasa gembira. Dan dari semua keputusannya itu, Ummu Sualim kemudian banyak dibicarakan orang dengan rasa kagum.

Dan seorang bangsawan bernama Abu Thalhah tak luput memperhatikan hal itu. Dengan rasa cinta dan kagum yang tak dapat disembunyikan tanpa banyak pertimbangan ia langsung melangkahkan kakinya ke rumah Ummu Sulaim untuk melamarnya dan menawarkan mahar yang mahal. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat,

"Tidak selayaknya saya menikah dengan seorang musyrik, ketahuilah wahai Abu Thalhah bahwa sesembahanmu selama ini hanyalah sebuah patung yang dipahat oleh keluarga fulan. Dan apabila engkau mau menyulutnya api niscaya akan membakar dan menghanguskan patung-patung itu."

Perkataan Ummu Sulaim amat telak menghantam dadanya. Abu Thalhah tak percaya dengan apa yang ia lihat dan ia dengar. Namun itu semua merupakan realita yang harus ia terima. Abu Thalhah bukanlah orang yang cepat putus asa. Dikarenakan cintanya yang tulus dan mendalam terhadap Ummu Sulaim, di lain kesempatan ia datang lagi menjumpai ibunda Anas dan mengiming-iming mahar yang lebih wah serta kehidupan kelas atas.

Sekali lagi, Ummu Sulaim muslimah yag cerdik dan pintar ini tetap teguh dengan keimanannya. Sedikit pun ia tidak tergoda oleh kenikmatan dunia yag dijanjikan oleh Abu Thalhah. Baginya kenikmatan Islam akan lebih langgeng daripada seluruh kenikmatan dunia. Masih dengan penolakanya yang halus ia menjawab, "Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?"

"Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan," kata Abu Thalhah. "Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam," tukas Ummu Sualim tandas.

"Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?" Tanya Abu Thalhah. "tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri," tegas Ummu Sulaim.

Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam yang mana saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berseru, "Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya."

Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hinnga tanpa terasa di hadapan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, "Saya mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya."

Ummu Sulaim tersenyum haru dan berpaling kepada anaknya Ana, "Bangunlah wahai Anas."

Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, "Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya." Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.

Abu Thalhah sendiri adalah seorang konglomerat nomor satu dari kabilah Anshar. Dan harta yang paling dia cintai yaitu tanah perkebunan "Bairuha". Tanah perkebunan itu letaknya persis menghadap masjid. Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah minum air segar yang ada di lokasi itu, sampai kemudian turun ayat yang berbunyi:

"Sekali-kali belum sampai pada kebaktian yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai." (Ali Imran:92)

Mendengar ayat ini, kontan Abu Thalhah menghadap Rasulullah. Setelah membacakan ayat tadi Abu Thalhah melanjutkan, "Dan sesungguhnya harta yang paling saya cintai adalah tanah perkebunan Bairuha. Saat ini tanah itu saya sedekahkan untuk Allah dengan harapan akan mendapatkan ganjaran kebaikan dari Allah kelak. Maka pergunakanlah sekehendak Anda, wahai Rasulullah."

Dan bersabdalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, "Bakh, bakh itu adalah harta yang menguntungkan dan saya telah mendengar perkataanmu tentang harta itu dan saya sekarang berpendapat sebaiknya engkau bagi-bagikan tanah itu untuk keluarga kalian."

Abu Thalhah pun menuruti perintah Rasululah dan membagi-bagikan tanah itu kepada sanak familinya dan anak keturunan pamannya. Tak berapa lama Alah memuliakan seorang anak laki-laki kepada pasangan berbahagia itu dan diberi nama Abu Umair. Suatu kali burung kesayangan Abu Umair mati sehingga Abu Umair menangis dengan sedih. Saat itu lewatlah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam di hadapannya. Melihat kesedihan Abu Umair, Rasulullah segera menghibur dan bertanya, "Wahai Abu Umair apa gerangan yang diperbuat oleh burung kecil?"

Namun takdir Allah memang tak mampu diduga. Allah subhanahu wa ta’ala kembali ingin menguji kesabaran pasangan sabar ini. Tiba-tiba saja, bocah mungil mereka Abu Umair jatuh sakit sehingga ayah dan ibunya dibuat cemas dan repot. Padahal ia adalah putra kesayangan Abu Thalhah. Jika ia pulang dari pasar, yang pertama kali ditanyakan adalah kesehatan dan keadaan putranya dan ia belum mereasa tenang bila belum melihatnya. Tepat pada waktu sholat, Abu Thalhah pergi ke masjid. Tak lama setelah kepergiannya, putranya Abu Umair menghembuskan nafas terakhir.

Ummu Sulaim memang seorang ibu mukminah yang sabar. Ia menerima peristiwa itu dengan sabar dan tenang. Ummu Sulaim lantas menidurkan putranya di atas kasur dan berujar berulang-ulang, "Innaa lillahi wa inna ilaihi rrji’un." Dengan suara berbisik ia berkata kepada sanak keluarganya, "Jangan sekali-kali kalian memberitahukan perihal putranya pada Abu Thalhah sampai aku sendiri yang memberitahunya."

Sekembalinya Abu Thalhah, alhamdulillah, air mata kesayangan Ummu Sulaim telah mongering. Ia menyambut kedatangan suaminya dan siap menjawab pertanyaannya.

"Bagaimana keadaan putraku sekarang?"

"Dia lebih tenang dari biasanya." Jawab Ummu Sulaim dengan wajar.

Abu Thalhah merasa begitu letih hingga tak ada keinginan menengok putranya. Namun hatinya turut berbunga-bunga mengira putranya dalam keadaan sehat wal afiat. Ummu Sulaim pun menjamu suaminya dengan hidangan yang istimewa dan berdandan serta berhias dengan wangi-wangian, membuat Abu Thalhah tertarik dan mengajaknya tidur bersama.

Setelah suaminya terlelap, Ummu Sulaim memuji kepada Allah karena berhasil menentramkan suaminya perihal putranya, karena ia menyadari Abu Thalhah telah mengalami keletihan seharian, sehingga ia amembiarkan suaminya tertidur pulas.

Menjelang subuh, baru Ummu Sulaim berbicara pada suaminya, seraya bertanya, "Wahai Abu Thalhah apa pendapatmu bila ada sekelompok orang meminjamkan barang kepada tetangganya lantas ia meminta kembali haknya. Pantaskan jika si peminjam enggan mengembalikannya?"

"Tidak," jawab Abu Thalhah.

"Bagaimana jika si peminjam enggan mengembalikannya setelah menggunakannya?" "Wah, mereka benar-benar tidak waras," Abu Thalhah menukas.

"Demikian pula putramu. Allah meminjamkannya pada kita dan pemiliknya telah mengambilnya kembali. Relakanlah ia," kata Ummu Sulaim dengan tenang. Pada mulanya Abu Thalhah marah dan membentak, "Kenapa baru sekarang kau beritahu, dan membiarkan aku hingga aku ternoda (berhadats karena berhubungan suami istri)?"

Dengan rasa tabah Ummu Sulaim tak henti-henti mengingatkan suaminya hingga ia kembali istirja dan memuji Allah dengan hati yang tenang.

Pagi-pagi buta sebelum cahaya matahari kelihatan penuh, Abu Thalhah menjumpai Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian itu. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, "Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan barakah pada malam pengantin kalian berdua."

Benar saja Ummu Sulaim lantas mengandung lagi dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Abdullah bin Thalhah oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Dan subhanallah barakahnya ternyata tak hanya sampai di situ. Abdullah kelak di kemudian hari memiliki tujuh orang putra yang semuanya hafizhul Qur’an. Keutamaan Ummu Sulaim tidak hanya itu, Allah subhanahu wa ta’ala juga pernah menurunkan ayat untuk pasangan suami istri itu dikarenakan suatu peristiwa. Sampau Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam menggembirakannya dengan janji surga dalam sabdanya

"Aku memasuki surga dan aku mendengar jalannya seseorang. Lantas aku bertanya "Siapakah ini?" Penghuni surga spontan menjawab "Ini adalah Rumaisha binti Milhan, ibu Anas bin Malik."

02 September 2009

Umar Bin Khattab, Sosok yang Berjiwa Pemberani Namun Berhati Lembut

Beliau bernama Al-Faruq (sang pembeda) Umar bin Khattab –semoga Allah meridloinya-, lahir pada tahun 13 setelah tahun gajah, dan beliau berasal dari keluarga yang terhormat dikalangan suku Quraisy.

Sebelum masuk Islam beliau terkenal dengan sosok yang paling keras permusuhannya terhadap Rasulullah saw dan sahabatnya, beliau menyangka bahwa nabi Muhammad telah memecah belah manusia dengan membawa agama baru, karena itulah saat hati beliau sudah semakin resah dan gelisah, beliau mengambil pedangnya untuk membunuh Rasulullah saw, namun ditengah perjalanannya beliau bertemu dengan seseorang, dan berkata sambil bertanya kepadanya : “Hendak kemana engkau wahai Umar ?” dia berkata : “Saya ingin membunuh Muhammad.” Orang itu berkata lagi : “Apakah kamu akan merasa aman jika engkau membunuhnya akan datang tuntutan dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah ?” dia berkata lagi : “Saya tidak peduli dengan itu, kecuali jika engkau telah keluar dan meninggalkan agamamu yang lama”. orang itu berkata lagi : “Maukah engkau aku tunjukkan kabar yang menakjubkan dari itu ?” dia menjawab : “Apa itu “? Dia berkata : “Saudaramu dan suaminya telah tercelup dan meninggalkan agamamu yang sekarang ini”.

Maka Umarpun berang dan mengalihkan mukanya, lalu pergi menuju rumah saudaranya Fatimah untuk mendapatkan klarifikasi keabsahan kabar yang didengarnya, dan saat dia sampai, dirumahnya ada Khobbab bin Al-Irt –semoga Allah meridloinya-. Umarpun langsung mendorong pintu dan mendengar percakapan mereka yang sedang membaca Al-Qur’an, lalu dia berkata sambil mencibir : “Suara apa ini yang sama sekali saya tidak memahaminya dari bacaan kalian”? kemudian Said bin Zaid –suami dari saudara Umar- berkata : “Adalah Al-Quran yang sedang kami bicarakan/diskusikan antara kami.” Umar berkata : “kelihatannya kalian telah terpengaruh.” Lalu said berkata lagi : “Apa pendapat kamu wahai Umar jika kebenaran datang dari selain agamamu”? mendengar ucapan itu Umarpun menghampirinya dan langsung memukulnya, maka datanglah saudaranya menghadang Umar dan mendorongnya hingga jauh dari suaminya, maka beliaupun menamparnya hingga darah mengalir dari wajahnya, lalu diapun berkata : “Wahai Umar, jika kebenaran bukan dari agamamu, maka saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Ketika Umar merasa putus akan keteguhan suami istri, beliaupun berkata : “Berikan kepada saya kitab yang ada di tangan kalian agar saya baca”. Saudaranya berkata : “Sesungguhnya kamu najis dan kitab ini tidak boleh disentuh kecuali orang yang suci, maka beliau disuruh mandi dan berwudlu, dan beliaupun diajarkan bagaimana caranya berwudlu, lalu umarpun berwudlu kemudian mengambil kitab tersebut dan membaca ayat-ayat pertama dari surat Thoha, setelah itu beliau berkata kepada keduanya : “Tunjukkan saya dimana Muhammad !”

Setelah Khobab mendengar ucapan Umar beliaupun keluar dari persembunyiannya, dan berkata : “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap engkaulah yang dimaksud dari doa Rasulullah saw kemarin malam : “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan Umar bin Khattab atau Amru bin Hisyam”. Telah dikabulkan Allah, kamudian Khobbab dan Umarpun keluar menuju Dar el-Arqom di bukit Shofa, dimana saat itu Rasulullah saw sedang bersama sahabatnya.

Setelah keduanya mendekat dari rumah yang dituju, terdapat disana Hamzah bin Abdul Mutthalib –semoga Allah meridloinya- dan Tholhah bin Ubaidillah dan sebagian sahabat lainnya –semoga Allah meridloi mereka- berada didepan pintu, setelah mengetahui yang datang Umar, Hamzah berkata kepada mereka yang berada disekelilingnya : “Inilah Umar, jika Allah berkehendak darinya kebaikan maka berilah salam dan tuntunlah menghadap nabi saw, namun jika selain itu maka bunuhlah secara hati-hati, kemudian keluarlah Rasulullah saw hingga Umar menghampirinya, lalu beliau mengambil baju Umar dan bersabda : “Tidaklah diberikan hidayah kepada engkau wahai Umar hingga Allah menurunkan kepadamu dari kehinaan dan kenistaan yang tidak diberikan kepada Al-Walid bin Al-Mughirah”. Umarpun berkata : “Saya bersaksi bahwa Engkau adalah utusan Allah, dia bersaksi dengan penuh ketulusan dan kebenaran, maka kaum muslimin yang ada disekitarnya pun bertakbir hingga terdengar disepanjang jalan kota Mekkah.
Setelah itu Umar berkata kepada Rasulullah saw : “Wahai Rasulullah, kenapa kita harus menyembunyikan agama kita padahal kita berada dalam kebenaran, sedangkan mereka menampakkan agama mereka padahal berada dalam kebatilan ?”
Rasulullah saw menjawab : “Wahai Umar, jumlah kita saat ini masih sedikit, seperti yang engkau lihat saat ini”. Umarpun berkata lagi : “demi Dzat yang telah mengutusmu dengan hak, tidak akan ada suatu majlis saat saya masih kafir kecuali –mulai saat ini- akan saya tampakkan keimanan saya”.

Kemudian Umar keluar dan melakukan thawaf di Ka’bah, melewati sekumpulan orang-orang Quraisy yang sedang duduk-duduk dan merekapun memperhatikan beliau, maka Abu Jahal berkata kepada Umar : “Si Fulan telah menuduh kamu telah terpengaruh ?” lalu Umar berkata kepadanya : “Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah yang maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan Utusan-Nya. Mendengar ucapan beliau sebagian kaum musyrikin menjadi berang dan langsung menyerangnya, namun Umarpun membalas memukul mereka, dan tidak ada salah seorangpun yang bisa mendekat kecuali beliau berhasil menangkap tangan Ba’tah bin Rabi’ah dan memukulnya sampai babak belur, kemudian beliaupun pergi menghadap Rasulullah saw dan mengabarkan kejadian yang dialaminya, dan meminta kepadanya untuk diizinkan mengiklankan/mengumumkan keislaman beliau dan para sahabat dihadapan kaum musyrikin Mekkah, hingga akhirnya nabi saw dan para sahabatnya keluar melakukan Thawaf dan shalat Dzuhur di depan ka’bah, semenjak saat itu beliau dijuluki dengan “Al-Faruq” karena beliau telah berhasil memisahkan antara yang hak dan yang bathil. (Ibnu Sa’ad).

Umar adalah sosok yang ikhlas dan jujur dihadapan Tuhannya, sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya, karena itu beliau selalu bersama Rasulullah saw dan tidak pernah berpisah selamanya. Sebagaimana Beliau dan Abu Bakar Ash-Shiddiq selalu berjalan bersama Nabi kemana saja beliau berjalan, dan berada disampingnya dimana saja beliau berada, seakan-akan keduanya seperti dua menteri baginya, lalu Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan kebenaran atas lisan Umar dan hatinya”. (Ahmad, Turmudzi dan Abu Dawud) dan kemudian berkata lagi : “Kalau saja ada seorang nabi setelah aku maka dialah Umar”. (Ibnu Abdul Bar)

Rasulullah saw juga memberikan kabar kepadanya dengan surga, dan sebagai salah seorang dari sepuluh sahabat yang akan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab lebih dahulu, beliau bersabda : “Saya telah masuk kedalam surga, atau saya telah mendatanginya dan saya melihat ada istana, maka sayapun bertanya : “Untuk siapakah istana ini dipersiapkan ?” mereka (para malaikat) berkata : “Untuk Umar bin Khattab. Lalu sayapun berkeinginan memasukinya, merekapun tidak mencegahnya karena saya mengetahui betul kecemburuanmu terhdadap agama”. Lalu Umarpun berkata : “Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibu saya wahai nabi Allah, atau atas engkau aku cemburu”. (Muttafaqun ‘alaih)

Saat Rasulullah saw mengijinkan para sahabtnya untuk berhijrah ke Madinah, mereka melakukannya dengan sembunyi-sembunyi karena khawatir dicegat oleh kaum Quraisy, maka Umar dan Abbas bin Abi Rabi’ah Al-Mahzumi dan Hisyam bin Al-‘Ash berjanji berhijrah, mereka bersepakat bertemu di suatu tempat yang jauh dari Mekkah sepanjang 6 Mil, dan barangsiapa yang tidak melakukannya maka hendaknya berhijrah dengan orang lain, maka Umar dan Abbas bertemu ditempat yang telah dtentukan, adapun Hisyam tertangkap oleh kaumnya dan mereka memenjarakannya.

Akhirnya Umar dan Abbas melakukan Hijrah ke Madinah, dan setelah Rasulullah saw hijrah kesana, beliau mempersaudarakan antara kaum muhajirin dan Anshor, dan dipersaudarakanlah Umar bin Khattab dengan Utban bin Malik –semoga Allah meridloi keduanya-.

Ketika masyarakat Islam terbentuk disana, dan dimulai fase baru; jihad dalam Islam, Umarpun mengangkat bendera kebenaran dan menggenggam pedengnya untuk membela agama Allah –Yang Maha Perkasa dan Agung-, hingga datang perang pertama dalam sejarah Islam anatara kaum muslimin dengan musyrikin; perang Badr, dan kemenangan besar diraih oleh kaum muslimin. Saat kaum muslimin menawan sejumlah pasukan dari pihak musyrikin, Nabi saw mengadakan musyawarah bersama para sahabatnya ; Umar berpendapat agar dibunuh saja tawanan perang tersebut, adapun Abu Bakar berpendapat mengambil ganti rugi, dan akhirnya nabipun memilih pendapat yang paling mudah diantara dua pendapat yang jatuh pada pendapatnya Abu Bakar, maka setelah itu Jibril –AS- turun kepada Nabi saw untuk membacakan ayat Al-Quran yang mendukung pendapatnya Umar bin Khattab –RA-, Allah berfirman : “Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya dimuka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil”. (QS. Al-Anfal : 67-68) setelah mendengar ayat tersebut maka Rasulullah saw dan Abu Bakarpun menangis, kemudian Umar datang dan menanyakan sebab mereka berdua menangis lalu keduanya memberitahukannya.

Al-Faruq Umar bin Khattab mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah saw, berjihad dengan pedangnya dijalan Allah; untuk meninggikan kalimat (agama) Allah. Dan dalam perang Uhud beliau berdiri disamping Rasulullah saw melingunginya setelah kaum muslimin mengalami kekalahan.

Setelah Rasulullah saw meninggal dunia, Umar bin Khattab membai’at Abu Bakar menjadi khalifah, sebagaimana kaum Muhajirin dan Anshor membai’atnya, dan Umarpun berdiri disampingnya memperkokoh kepemimpinan Abu Bakar, tidak pelit dalam berbuat dan berjihad membela kebenaran dan meninggikan agama Islam, karena itulah beliau bersama-sama memerangi orang-orang yang murtad dan membangkang membayar zakat dan orang yang mengaku-ngaku sebagai nabi, dan perkara yang besar yang pernah dilakukan olehnya adalah penyusunan kembali Al-Quran.

Saat Abu Bakar menjelang wafat, beliau mewasiatkan kekhalifahan kepada Umar, agar dia mau mengemban amanat yang berat, belaiu selalu mengadukannya kepada Umar sepanjang hidupnya, namun siapa lagi yang akan mampu mengembannya kecuali Umar, karena beliau adalah Al-Faruq, hamba yang taat, hamba yang zuhud dan imam yang adil.
Akhirnya Umar memegang amanah khilafah, dimana beliau menjadi tauladan yang baik dalam menegakkan keadilan dan kasih sayang sesama kaum muslimin, sedangkan pedang siap memenggal para pendurhaka dari perintah Allah dan kaum msuyrikin, namun beliau sangat mengasihi saat berbelas kasih dan keras saat keadaan keras (perang).

Suatu ketika beliau keluar bersama pembantunya Aslam dimalam hari yang gelap gulita dan dingin guna mengadakan infeksi kondisi rakyatnya, dan saat keduanya sampai disuatu tempat dekat kota Madinah, Umar melihat ada api menyala, lalu beliaupun berkata kepada pembantunya : “Wahai Aslam, disana ada sesuatu yang aneh mari kita menuju kesana. Melihat apa sebenarnya yang terjadi, maka keduanyapun bertolak menuju asal api tadi, dan didapati disampingnya ada seorang wanita tua dan dua anak kecil, dan periuk yang diletakkan diatas api, sedangkan kedua anaknya menangis karena kelaparan, maka beliapun mendekat dan bertanya kepadanya : “Sedang apa kalian saat ini”. Wanita itu menjawab : “Kami sedang melewati malam dan dingin”, beliau berkata : “Kenapa kedua anak itu berteriak menangis ?!” wanita itu berkata : “Karena kelaparan” Umar berkata lagi : “Dan apa sebaenarnya yang kamu letakkan diatas api ?” wanita menjawab : “hanya air, saya mengelabuinya sampai mereka tertidur, hanya Allah yang tahu antara kami dan Umar”.

Mendengar penuturan wanita tersebut Umarpun menangis lalu pergi kerumahnya dan mengambil gandum dan minyak samin lalu berkata kepada pembantunya : “Wahai Aslam, letakkan barang itu diatas pundak saya untuk saya bawa !” Aslam berkata : “Biarkan saya yang membawanya.” Umar berkata : “apakah engkau mau menanggung dosa saya dihari Kiamat nanti?!” akhirnya beliaupun membawanya menuju tempat wanita tersebut, kemudian meletakkannya dihadapan wanita lalu mengeluarkan sebagian gandum darinya dan meletakkannya dalam periuk untuk dimasak, setelah itu beliau meletakkan minyak samin serta meniup api dibawahnya hingga terbakar dan masakan menjadi matang dan siap disantap, setelah beliau berkata : “Berikan kepada saya sebuah piring, kemudian dia meletakkan makanan diatas piring tersebut dan meletakkannya dihadapan dua anak kecil tadi, lalu beliau berkata : “Makanlah kalian !” akhirnya merekapun memakannya sampai kenyang, kemudian wanita mendoakannya dengan kebaikan, saat itu beliau masih tinggal disitu hingga akhirnya kedua anak itu tertidur lelap, kemudian beliaupun meninggalkan mereka sambil menangis, lalu berkata kepada pembantunya : “Wahai Aslam, karena kelaparan yang membuat mereka begadang dan menangis.

Pada suatu hari yang lain Umar keluar untuk melihat keadaan masyarakat, dan beliau, mendapati seorang wanita yang akan melahirkan sambil menangis, sedangkan suaminya tidak memiliki harta, maka Umarpun bergegas kembali kerumahnya dan bekata kepada istrinya : “Wahai Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, apakah engkau menginginkan ganjaran yang dikhususkan kepadamu ? lalu dia memberitahukan kabar yang dilihatnya, maka diapun menjawab : “Tentu saja saya mau” akhirnya Umar membawa gandum dan minyak samin dipundaknya, sedangkan istrinya membawa peralatan untuk melahirkan, setelah sampai, Ummu Kultsum masuk ke tempat wanita yang dimaksud sedangkan Umar Umar duduk disamping suaminya sambil mengajaknya menyiapkan makanan, akhirnya wanita itu melahirkan seorang anak laki-laki, dan Ummu Kultsum berkata kepada Umar : “Wahai Amirul Mu’minin berilah kabar gembira kepada sahabatmu akan anak laki-laki yang baru lahir ini. Setelah mendengar apa yang diucapkan oleh istri Umar, lelaki itupun menaruh hormat kepadanya sambil memohon maaf, namun Umar berkata : “Tidak mengapa dan tidak ada dosa atasmu, akhirnya beliau memberikan uang secukupnya kepadanya lalu pergi.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab melihat seorang kakek non muslim yang berada dalam perlindungan Islam meminta makanan kepada orang lain, lalu berliau bertanya kepadanya : “Orang ini adalah berasal dari keluarga yang dilindungi namun telah lanjut usianya dan tubuhnya sudah lemah, maka Umarpun memberikan baginya al-jizyah, kemudia berkata : “Kalian telah memberikan kepadanya jizyah namun setelah dia lemah kalian tinggalkan meminta-minta ? akhirnya beliau memberikan tanggungan yang diambil dari baitul mal sepuluh Dirham.

Pada masa khilafah Umar daulah Islam meluas kearah Timur dan Barat dunia, kemenangan-kemenangan banyak diraihnya, saat pemerintahan beliaulah negeri Syam, Iraq, Iran, Adzerbijan, Mesir dan Libya dikuasai, sebagaimana baliau juga mendapatkan kunci Baitul Maqdis, pada masa beliau harta kekayaan negara berlimpah ruah hingga baitul mal penuh dengan harta, tidak ada negeri Islam yang merasakan masa keagungan kecuali pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

Namun walaupun negara menjadi kaya karenanya beliau tetap hidup sebagai orang yang zuhud, menjaga dirinya dan keluarganya dari menggunakan harta kekayaan tersebut, dan memberikan kelonggaran untuk kaum muslimin dan orang-orang fakir.

Beliau tidak pernah makan kecuali dengan makanan berupa roti yang keras,dan tidak pernah menggabungkan antara dua makanan pengiring (lauk pauk), belaiu memakai pakaian yang tidak lebih dari 12 potongan kulit, tidak gentar dan tidak takut kepada siapapun dalam menegakkan keadilan, setiap berhukum beliau menegakkan keadilan, hingga merasa aman, tentram dan tidur tidak merasa takut kecuali kepada Allah SWT.

Umar menjadikan perjalanan hidup Rasulullah saw dan sahabatnya –Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai tauladan bagi dirinya yang selalu menerangi jalannya, berjalan sesuai dengan petunjuknya dan memberikan peringatan bagi masyarakat sekitarnya dengan nasehatnya yang jelas, karena itu diantara perkataan belaiu yang harum sampai saat ini : “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan timbanglah amal-amal kalian sebelum neraca timbangan berada dihadapan kalian”.

Beliau juga pernah berkata : “Celakalah bagi hakim di dunia dari hakim yang ada dilangit saat mereka berjumpa nanti, kecuali bagi siapa yang melakukan keadilan dan berhukum secara benar, dan tidak berhukum sesuai dengan hawa nafsunya dan karena kerabatnya, bukan karena kecintaan dan kebencian, dan menjadikan kitabullah cermin yang selalu hadir dihadapan kedua matanya”.

Umar juga terkenal tegas terhadap para pembantunya di pemerintahan, beliau selalu memerintahkan mereka untuk selalu berlaku adil dan kasih sayang terhadap manusia, memotivasi mereka untuk menuntut ilmu, dan beliau tidak pernah memberikan amanat kepada siapapun kecuali kepada seseorang yang memiliki keteguhan dalam kebaikan dan terkenal dengan kesholihan dan ketaqwaannya, sebagimana beliau selalu memerintahkan mereka demikian dan memberitahukan akan tugas mereka sebenarnya, jika ada diantara mereka yang melanggarnya maka beliau langsung mengisolirnya kemudian digantikan kepada yang lainnya, beliau akan mencelanya dan menghisab perbuatannya.

Diriwayatkan bahwa seseorang dari Mesir datang kepada Umar ingin mengadukan sesuatu, dia berkata : “Wahai amirul Mu’minin, saya mohon perlindungan darimu akan perbuatan dzalim”, Umar berkata kepadanya : “Perlindungan apa yang kau inginkan ?” dia berkata lagi : “Saya berlomba dengan anaknya Amru bin Ash dan saya memenanginya, namun dia memukul saya dengan pecutnya, sambil berkata : “saya adalah anak dari keluarga terhormat.” Umar lalu menulis surat kepada Amru dan anaknya untuk datang menghadap kepadanya. Akhirnya keduanyapun datang, lalu Umar berkata : “Dimana orang Mesir tadi ?” maka dia datang, setelah Umar berkata kepadanya : “Ambil pecut dan pukullah dia !” diapun memukulnya dengan pecut, dan setelah itu berkata : “pukullah anak orang terhormat ini !” lalu beliau berkata lagi kepada warga Mesir tadi : “Letakkan diatas pundak Amru !” penduduk Mesir itu berkata : “Wahai Amirul mukminin sesungguhnya yang memukul saya adalah anaknya seperti yang telah saya ceritakan. Lalu Umar menolehkan pandangannya kepada Amru dengan muka masam dan sinis, dan berkata kepadanya : “Sejak kapan kalian memperhamba manusia, padahal mereka dilahirkan dalam keadaan merdeka?” kemudian Amru berkata : “Saya tidak tahu, dan tidak akan saya ulangi lagi.”

Umar hidup dengan cita-cita mendapatkan syahadah di jalan Allah, dimana, suatu hari dia naik keatas mimbar, dan berpidato : “Sesungguhnya di dalam surga ‘Adn ada istana yang memiliki 500 pintu, dan setiap pintu terdiri dari 5000 bidadari yang cantik, tidak ada yang dapat memasukinya kecuali nabi, kemudian dia menoleh ke kubur Rasulullah saw, dan berkata : “berbahagialah bagimu wahai penghuni kubur ini”, kemudian berkata lagi : atau orang yang jujur, kemudian dia menoleh ke kubur Abu Bakar, dan berkata : “Berbahagialah bagimu wahai Abu bakar. kemudian dia berkata lagi : “Atau orang yang syahid. Dan baliau menoleh kepada dirinya sendiri dan berkata : “Semoga engkau mendapatkan syahadah wahai Umar ?!” kemudian beliau mengakhiri pidatonya : “Sesungguhnya orang yang mengusir saya dari Mekkah ke Madinah sudah dianggap telah menjadikan saya sebagai syahid”.

Akhirnya Allah mengabulkan doanya dan merealisasikan apa yang dicita-citakan, ketika beliau keluar rumah hendak manunaikan shalat Fajar (Subuh) dihari Rabu tanggal 26 Dzul Hijjah tahun 23 Hijriyyah, Abu lu’luah menguntitnya, saat beliau sedang shalat dan akan bersujud, Abu lu’luah menikamnya dengan pisau yang ada ditangannya, kemudian dia manikam 12 jamaah, sedang lainnya dan yang maninggal hanya 6 orang, dan setelah itu sang majusi menikam dirinya sendiri hingga mati.

Akhirnya Al-Faruq Umar mengisyaratkan untuk melanjutkan shalat kepada Abdur Rahman bin Auf, kemudian setelah shalat kaum muslimin membawa Umar kerumahnya, namun sebelum meninggal beliau memilih 6 orang dari sahabat; agar dipilih salah seorang dari mereka untuk menjadi khalifah, yang diadakan tidak boleh lebih dari 3 hari setelah kematiannya kecuali telah dipilih di antara mereka khalifah kaum muslimin, akhirnya Al-Faruq menghembuskan nafasnya yang terkahir, dan dimakamkan disamping kubur Abu Bakar dan di sisi kubur Rasulullah saw

sumber : www.al-ikhwan.net