Biodata

Foto saya
Lifestyle of Medan's People, Do You Want to Beat it...???

14 Oktober 2009

Menculik Miyabi?

Oleh Surya Dharma,
*Pemerhati masalah sosial dan keagamaan
(dipublis pada kolom OPINI (hal 4),harian REPUBLIKA edisi Rabu, 14 oktober 2009)


Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini, dan agama-agama lain yang ada di Indonesia, sangat jelas menolak nilai-nilai pornografi/asusila. Dalam perspektif pemikiran Islam dinyatakan bahwa langkah paling efektif yang dipakai oleh musuh suatu kaum (musuh Islam) untuk menghancurkan suatu kaum (kaum Muslimin) adalah dimulai dari menghancurkan/menggerogoti pemikiran dan akhlak para pemudanya. Melalui pengenalan terhadap hal-hal yang berbau pornografi/asusila dan hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma kesusilaan yang berlaku, proses penghancuran ini dengan mudah bisa dimulai.

Dunia perfilman Indonesia memang tidak pernah sepi dari kontroversi. Banyak film yang diawali dengan kritikan keras dan protes dari berbagai kalangan terkait isi yang ditawarkan. Dan seakan tak pernah belajar dari fakta ini, insan perfilman Indonesia tetap giat memproduksi film-film yang secara kualitas adalah rendah dan yang mengundang banyak rekasi negatif. Sebut saja film “Buruan Cium Gue” atau film “Perempuan berkalung Sorban” yang sama-sama mengundang kontroversi dan memunculkan reaksi negatif dari kalangan tertentu, terutama dari kalangan yang mengatasnamakan moralitas dan agama. Film-film tersebut dinilai tidak mendidik dan memberikan pesan negatif sehingga dikhawatirkan bisa menambah permasalahan di dalam masyarakat.

Rencana pembuatan film komedi yang berjudul “Menculik Miyabi” pada akhir Oktober 2009 ini seakan menambah daftar film kontroversial dan sensasional. Kali ini bukan isinya yang menjadi perdebatan, tetapi judul dan aktor yang akan terlibat di dalamnya.

Maria Ozawa, atau lebih populer dengan nama Miyabi, adalah seorang aktris film porno yang sangat terkenal dari Jepang. Miyabi akan menjadi salah satu pemain utama di dalam film ini sehingga rencana kedatangan dan keterlibatan Miyabi di dalam film ini telah memuncukan rekasi pro dan kontra dari berbagai kalangan. Masyarakat Indonesia terpecah, ada yang mendukung dan ada pula yang menolak keras.

Atas nama kebebasan berkespresi dan berkarya seni sebagaimana dijamin oleh undang-undang, film ini direncanakan untuk jalan terus terlepas dari protes dan keberatan dari banyak pihak yang menyatakan bahwa film yang akan dibintangi oleh Miyabi ini merupakan pelecehan terhadap agama dan moralitas bangsa. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutya Hatta, adalah yang mendukung penolakan keras atas rencana pembuatan film ini. Bahkan hari Jumat lalu, Front Pembela Islam (FPI) telah mendatangi kantor rumah produksi yang akan membuat film ini dan meminta film ini dibatalkan. Andaipun harus diteruskan, seyogyanya film ini menggunakan judul dan aktor yang lain.

Masyarakat Indonesia adalah termasuk masyarakat yang mudah menerima sesuatu yang baru yang berasal dari luar, termasuk tamu, budaya, musik, dan bahkan agama atau aliran kepercayaan. Namun sikap ini tidak berarti menerima secara buta, melainkan melalui proses penilaian yang selektif di dalamnya. Artinya semangat untuk melihat dan menilai secara inhern memang lebih dikedepankan daripada penilaian dari sisi ekstern. Sehingga masyarakat Indonesia tidak serta merta menolak sesuatu atau menghalang-halangi siapa pun untuk datang ke negeri ini. Pasti ada alasan yang kuat apabila terjadi penolakan terhadap sesuatu atau seseorang.

Ibaratnya seorang ibu yang mendidik anaknya, dia tentu tidak ingin anaknya berinteraksi atau terkontaminasi dengan segala sesuatu yang membahayakan atas pertumbuhan akal, pembentukan karakter dan moral anaknya. Hal ini tidak mungkin dilakukan dengan serta merta mengusir tamu yang berkunjung, melainkan mungkin dengan cara meminta anaknya untuk tidak menemui tamu tersebut atau dengan menitipkannya kepada seseorang yang dipercaya untuk menjaganya sampai sang tamu pergi dari rumah.

Kekhawatiran si ibu seperti inilah yang saat ini sedang dirasakan oleh banyak anggota masyarakat Indonesia akan kehadiran Miyabi ini. Sebab, meskipun film yang akan dibuat adalah komedi, namun dengan melibatkan seorang Miyabi yang terkenal sebagai seorang artis film porno yang tidak ada hubungannya dengan komedi, adalah menjadi sebuah kewajaran apabila terjadi penolakan.

Fakta hasil survei penggunaan internet yang manyatakan bahwa para pengguna internet Indonesia menempati peringkat ketiga pengkases situs porno terbanyak di dunia seakan menambah kekhawatiran bahwa nantinya sebuah film yang melibatkan seorang artis film porno akan menambah rasa kecanduan ini dan memunculkan rasa keingintahuan yang lebih besar bagi mereka yang sebelumnya tidak mengenal situs porno atau seorang Miyabi. Dengan semakin meluasnya penggunaan internet di Indonesia, termasuk anak-anak, dan semakin sibuknya orang tua untuk bisa secara 24 jam mengawasi anak-anaknya, maka tindakan pencegahan lebih penting untuk dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan akibat negatif yang muncul kemudian.

Oleh karena itu, demi agenda penyelamatan aset bangsa sekaligus untuk membela dan memuliakan kehormatan wanita dan para ibu, maka selayaknyalah rencana pembuatan film “Menculik Miyabi,” dan film-film sejenisnya, untuk tidak diteruskan. Masih banyak ide-ide kreatif yang lain yang lebih bisa memperkaya khazanah perfilman Indonesia dan memberikan tontonan, tuntunan dan inspirasi bagi generasi muda untuk lebih mandiri yang bisa dibuat dan dipertontonkan kepada khalayak ramai. Di dalam demokrasi, kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap hak-hak orang lain harus sejalan demi untuk menciptakan keharmonisan sosial yang lebih baik. Wallahu’alam bishawab

Tidak ada komentar: