Biodata

Foto saya
Lifestyle of Medan's People, Do You Want to Beat it...???

15 Mei 2010

GHODUL BASHAR (Menundukkan Pandangan)

Sebagai aktivis dakwah, tentu kata-kata “Ghodul Bashar” adalah hal yang sering lalu-lalang di telinga kita dalam kehiduoan sehari-hari, atau setidaknya saat bercengkerama dengan sesama aktivis dakwah. Ghodul Bashar yang memiliki makna menundukkan pandangan sering kali dilihat sebagai sesuatu yang ekstrim oleh masyarakat awwam di sekitar kita. Keekstriman ini tidak jauh berbeda dengan kebiasaan menjuraikan tangan sebagai pengganti jabatan tangan di antara laki-laki dan perempuan yang dianggap lazim oleh masyarakat kita namun sesungguhnya merupakan sesuatu yang dilarang dalam agama Islam.
Urgensi dari Ghodul Bashar tidak terletak dari sejauh dan sedalam apa kita memberikan defenisi kepadanya. Namun yang terpenting dari pada itu adalah, bagaimana kita memahami hal-hal yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan konsep ghodul bashar ini sehingga hal-hal yang dikhawatirkan tanpanya bisa ditekan seminim mungkin.
Dasar masalah yang menjadi cikal bakal pentingnya menundukkan pandangan ini adalah satu kata, yakni maksiat atau kemaksiatan. Kemaksiatan ini adalah sumpah iblis di hadapan ALLAH SWT (yang juga bersumpah atas nama ALLAH) bahwa ia akan terus menjerumuskan bani Adam dalam lembah kemaksiatan dan menggodanya hingga datangnya hari pembalasan (akhirat). Sementara syahwat sebagai salah satu unsur fitriyah dari manusia merupakan potensi besar yang kapan saja bisa dimanfaatkan oleh iblis dan bala tentaranya untuk menjerumuskan manusia, bahkan dengan jalan yang sangat halus dan kesabaran yang luar biasa.

1. Defenisi
Ghodul Bashar secara harafiah bermakna menundukkan pandangan. Namun, dalam hal ini, ghodul bashar tidak tersekat hanya pada aktivitas menundukkan kepala atau pandangan saja di saat melakukan interaksi dengan lawan jenis (ikhwan). Pemahaman yang mengartikan ghodul bashar hanya sekedar menundukkan pandangan sesungguhnya merupakan pemahaman yang sempit dari pengertian ghodul bashar secara tekstual, atau lebih cenderung kepada ghodul ‘ain. Walau pun ghodul bashor bisa dilakukan melalui ghodul ‘ain, tetapi tidak setiap ghodhul ‘ain itu berarti bahwa seseorang sudah tunduk bashor-nya. Orang buta sangat bisa jadi punya bashor walaupun a’in-nya tidak.
Maka dari itu, ghodul bashar yang sedang kita bahas saat ini adalah ketertundukan hati dan mata kita dalam menjalankan aktivitas keseharian kita dengan semangat menghindarkan maksiat dan fitnah yang mungkin akan timbul dikarenakan polesan syaitan atas kondisi yang kita lewati.

2. Landasan
Ada beberapa landasan Firman ALLAH dan sabda Rasulullah SAW berkaitan dengan anjuran ghodul bashar ini, antara lain di QS. An-Nur:30 dan 31 berikut:

30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan/menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Selain dari pada itu terdapat pula beberapa hadhits yang mendukung anjuran ini, seperti sabda Nabi kepada Ali bin Abi Thalib, “Susungguhnya pandangan itu adalah anak panahnya syaithan”. Hadhits tersebut menggambarkan kepada kita betapa besarnya potensi bahaya yang terkandung di dalam pandangan mata kita. Namun walau pun sabda tersebut Beliau sampaikan kepada Ali r.a. bukan berarti menjaga pandangan hanya menjadi kewajiban bagi kaum adam saja.
Dalam hadhits yang lain Nabi pernah kedatangan seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Umi Maktum yang buta. Ketika Umi Maktum hendak memasuki rumah Nabi, Siti Aisah minta izin kepada baginda Nabi untuk menemuinya. Ternyata pada waktu itu Nabi tidak mengizinkanya, dengan alasan; walaupun Umi Maktum seorang yang buta tetapi Siti Aisah tetap bisa melihatnya.
3. Posisi Syaithan dalam (memainkan) Pandangan Manusia
Di penghujung zaman yang kian canggih ini, perangkap-perangkap setan pun kian canggih dan modern pula. Ujian dan godaan untuk para pengikut shirothol mustaqiim kian mengepung. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Harta, tahta dan wanita (dalam hal ini adalah lawan jenis) adalah godaan yang mengggiurkan. Mungkin banyak diantara orang-orang sholeh atau para penggerak dakwah tidak bergeming dengan jebakan harta dan kekuasaan akan tetapi bisa jadi mereka tidak tahan dan akhirnya tergelincir dengan provokasi keindahan wanita atau pun sebaliknya. Maka bersyukurlah kita yang bisa lolos dari tiga jenis godaan yang mematikan ini.
Setan dalam menggoda manusia memiliki berbagai macam strategi, dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su’). Setan tahu persis kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan ALLAH, termasuk memandangi lawan jenis yang bukan muhrimnya hingga menimbulkan syahwat.
Secara naluri, fitrah manusia memang menyukai keindahan dan memandanginya dengan penuh takjub. Tetapi disinilah peluang fitnahnya. Seperti dalam kisah keindahan rupa Nabi Yusuf as. Yang mampu menghipnotis para wanita istana kala itu. Karena tak tahan, Zulaiha sang permaisuri kerajaan membuat konspirasi untuk menjebak Nabi Yusuf agar mau berzina. Satu sisi, ketampanan dan kecantikan rupa adalah anugerah yang harus di syukuri, tapi di sisi lain bisa menjadi pintu syaitan untuk mengelabui manusia supaya terjerumus ke kubang kemaksiatan.
Mungkin terlihat sepele masalah pandangan ini. Namun tipu daya syaithan telah merubahnya menjadi hal yang luar biasa. Pandangan kepada lawan jenis yang memikat hati tanpa ikatan ketaatan pada ALLAH akan melenakannya, kemudian merangsang otak merekamnya dengan kemampuan rekam sebaik-baiknya dan memprovokasi hati untuk terus cenderung kepadanya. Hal ini bisa berlanjut pada adegan-adegan atau aksi-aksi yang lebih berani manakala kita lupa bahwa sesungguhnya kita telah masuk ke dalam perangkap syaithannir rajim.

Syaithan, seperti yang telah disampaikan di awal, tentulah tidak bodoh dalam menggoda dan menjerumuskan manusia. Dengan pengalaman dan kemampuannya, ia mampu membisikkan ke telinga kita seruan-seruan halus hingga kita tidak mampu membedakan antara bisikan syaithan atau motivasi diri. Lebih dari pada itu, kemampuan syaithan berkeliaran di dalam pembuluh darah kita juga mampu memompa andrenalin kita untuk semakin semangat dan lebih berani dalam melangkahkan kaki, tangan, lisan dan seluruh perangkat tubuh kita untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan skenarionya.
Sabda nabi SAW, “Setan berjalan dalam tubuh manusia melalui pembuluh darah. Maka persempitlah jalannya dengan berpuasa” (HR Bukhari & Muslim).

4. Menghindari Maksiat (Mata)
Ada beberapa kiat atau trik dari Rasulullah SAW yang bisa kita ikuti untuk menghindarkan kita dari kemungkinan maksiat mata, antara lain :
a. Ghodul Bashar
b. Berpuasa (manajemen perut). Puasa juga menjadi solusi terbaik di dalam mengurangi dorongan nafsu biologis. Dengan demikian, matapun tidak berkeliaran seperti biasanya. Kendati demikian, kemaksiatan mata sangat sulit untuk dikendalikan, kecuali senantiasa mengingat Allah swt.
c. Menikah, cara ketiga ini sangat mujarab serta penting untuk dilakukan agar manusia tidak terus menerus melakukan pelangaran mata. Dengan menikah nafsu bilogis bisa tersalurkan dengan halal, mata-pun juga terkurangi tensi maksiatnya. Hanya saja tidak semua orang bisa melakukanya dengan baik. Karena kondisi dan situasi lingkungan tidak mendukung sehingga aktifitas maksiat mata masih belum maksimal untuk menghindarinya.
d. Amal penghapus dosa. Bila terlanjur melakukan maksiat, maka sangat dianjurkan mengikutinya dengan amalan-amalan sholih, seperti yang difirmankan ALLAH dalam QS. Huud:114 yang artinya, “Dan dirikanlah sholat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.

Lalu sabda Nabi yang diriwayatkan dari Abi Darr, sesungguhnya Nabi SAW berpesan kepadanya, ”bertaaqwalah engkau kepada Allah dimana saja berada, dan ikutilah kejelekan itu dengan amal kebaikan, sebab amal baik itu bisa menghapusnya. Berbudi pekertilah di depan manusia denga budi pekerti yang indah”. (HR. Ahmad)

5. Menggapai Kemuliaan dengan Ghodul Bashar
Menundukkan pandangan merupakan bagian dari upaya menjaga kemaluan bagi seorang muslim yang taat pada Rabbnya. Hal ini manjadi perkara serius karena tidak hanya berkaitan dengan upaya untuk tidak terjerumus dalam lembah kemaksiatan belaka, namun terdapat sebuah prinsip besar bagi seorang muslim untuk mempertahankan kesucian dirinya serta mempersembahkan kemuliaan di hadapan manusia dan Tuhannya. Oleh sebab itulah ALLAH menyampaikan firman-Nya secara berturut-turut di dalam Surat An-Nisa seperti yang disampaikan di atas.

Kemuliaan atau kehinaan adalah pilihan bagi kita. Kemuliaan yang dimaksud tentu saja bukan kemuliaan yang dimiliki ALLAH, melainkan kemuliaan kita sebagai hamba ALLAH. Di saat ALLAH membentangkan jalan fujur dan jalan taqwa kepada kita, maka itu juga berarti ALLAH menyediakan posisi mulia atau hina kepada kita terkait dengan pilihan jalan yang akan kita pilih tersebut.

6. Mewarnai Hidup dengan Ghodul Bashar
Hidup dalam keseharian yang senantiasa menjaga rambu-rambu yang telah digariskan oleh ALLAH dan Rasul-Nya, akan mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup kita. Seorang muslim yang senantiasa menjaga dirinya dari pandangannya akan memberikan begitu banyak manfaat kepadanya. Di saat zaman kian larut dalam kegemerlapannya, kehadiran sosok-sosok yang istiqomah dalam mengarungi kehidupan bermasyarakat akan memberikan pengaruh positif kepada diri dan lingkungannya.

Orang yang selalu menjaga pandangannya maka ia hanya akan terbiasa dengan apa-apa yang menjadi haknya, tidak mau mengambil apa yang bukan haknya, sabar dalam menghadapi permasalahan, jernih dalam berpikir, cerdas dalam memutuskan, menghormati perbedaan, serta suka menyambung tali silaturrahim.

Sosok-sosok seperti inilah yang mulai langka ada di tengah-tengah masyarakat. Sosok-sosok seperti inilah yang disenangi bahkan dirindukan oleh masyarakat. Yang kehadirannya begitu membahagiakan sekitarnya, namun kealpaannya tidak mengurangi sedikitpun nilai-nilai kebaikan yang ada pada dirinya, kecuali kerinduan masyarakat terhadap nilai-nilai kebaikan yang pernah diberikannya kemudian mengakar dalam kebiasaan dan untuk kemudian bermetamorfosis menjadi budaya.

Orang yang hidup dengan memelihara keistiqomahannya dalam menjaga pandangan adalah orang yang hidup dengan semangat ruhiyah yang bersih, bahwa tiada alasan baginya untuk menolak perintah dari Sang Khaliq dan anjuran Baginda Nabi, sesedikit apa pun itu. Keyakinan yang mengakar bahwa di saat ia bersungguh-sungguh melaksanakan apa yang diperintahkan Sang Penguasa kepadanya, maka pastilah Penguasa itu akan tetap menjaganya. Ketenangan bathin ini adalah modal utama yang tidak dimiliki oleh semua manusia dalam mengarungi kehidupan dunia yang ramai akan ujian dan cobaan dari ALLAH SWT. Modal inilah yang dengan kehendak-Nya akan melahirkan ketentraman hidup bagi hamba-Nya. Karena ketentraman hidup tidak dapat dipatok dari seberapa banyak harta atau materi yang kita miliki di dunia ini, melainkan seberapa bersih dan berkualitasnya bathin-kejiwaan kita dalam menjalani kehidupan ini. Literatur mengenai hal ini sangat banyak kita jumpai dalam firman-firman ALLAH yang tertuang dalam banyak ayat pada Kitabullah.

7. Penutup
Setiap bagian dari perintah dan anjuran dalam agama Islam selayaknya kita sikapi sebagai seorang hamba terhadap Rabbnya, yakni patuh dan taat tanpa membangun opini pribadi yang cenderung dikemudikan oleh syahwat. Kepatuhan ini sesungguhnya akan memudahkan kita dalam melaksanakan apa yang menjadi kewajiban kita, sebelum nanti akhirnya akan memberikan dampak kebaikan kepada diri kita dan orang lain.

Ghodul bashar yang dimaknai sebagai menundukkan pandangan tidak akan memberikan pengaruh apa pun bila kita tidak mengikutinya dengan menundukkan hati. Mata hanya mampu memandang sejauh penglihatan, sementara hati mampu memandang dengan berfantasi untuk menembus apa-apa yang tak mampu ditembus oleh pandangan mata. Kendati demikian ketundukan hati akan sulit diraih tanpa terlebih dahulu membiasakan diri dengan menundukkan pandangan. Sehingga, ghodul bashar yang benar adalah ketertundukan pandangan yang dilapisi atau diperkuat dengan ketertundukan hati.

Ghodul Bashar, yang walaupun tidak berposisikan sebagai sesuatu yang wajib, namun memberikan pengaruh yang tidak kalah penting dibandingkan perintah-perintah yang lain. Bahkan secara manusiawi, ghodul bashar justru menjadi salah satu jalan sukses bagi kita yang ingin meraih keutamaan hidup di dunia dan di akhirat. Karena sebagai Designer sekaligus Pencipta manusia, sudah barang tentu ALLAH lebih mengetahui apa-apa yang terbaik bagi hamba-hamba yang diciptakan-Nya.
“Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui, sedangkan kita tidak mengetahui”

Wallahu a’alam bish shawab

Tidak ada komentar: