Biodata

Foto saya
Lifestyle of Medan's People, Do You Want to Beat it...???

23 Mei 2010

Sekilas Pandang, Mempelajari Keterpurukan Dakwah Kampus

Pada tanggal 15 mei (sabtu), saya mendapat mail dari salah seorang member milis ADK SUMUT di rekayasamasadepan@yahoogroups.com yang bernama Muhammad Aidil dari LDK FIKROH IAIDU ASAHAN

Karena memang merupakan wahana untuk bertukar pikiran, maka mail yang berisi tentang kondisi keterpurukan LDK Fikroh tersebut saya berikan tanggapan yang lumayan panjang.
Berikut adalah isi mail dari Akh Muhammad Aidil:


Afwan sebelumnya bila ane hanya bisa sharing melalui media ini, sebelumnya ana memohon izin untuk menyampaikan sedikit problem yg terjadi dalam pengembangan sayap dakwah di kampus IAIDU Asahan ini, saat ini keberadaan LDK IAIDU mengalami kemunduran yang cukup drastis, mengapa tidak.. saat ini LDK kita sudah tidak diakui lagi keberadaannya dikampus, SK yang dikeluarkan selama ini oleh SMI, sekarang SK itu sudah tidak ada lagi, ane bukan mengatakan bahwa pihak SMI tidak senang dengan LDK, tetapi kenyataannya adalah bahwa saat ini itulah yang terjadi.. apalagi semenjak peristiwa pemilihan SMI yang baru2 saja terjadi dimana LDK waktu itu juga mencalonkan beberapa kandidat, dimana waktu itu LDK berhasil merangkul PMII,IMM sebagai kawan... namun kenyataannya politik kotor terjadi dikampus, dimana salah satu ekstra kampus yang bermain politik kotor membuat tidak dijadikannya pemilihan SMI dan para petinggi kampus mengangkat dengan sesuka hatinya salah satu kandidat...
lainlagi dengan kurangnya ikhwah yang berjuang dikampus dan ane sendiri saat ini tersibukkan dengan kegiatan PPL dan KKL yang mau tidak mau harus meninggalkan kampus untuk beberapa waktu...

mohon masukan dari ikhwah sekalian.......



Dan berikut jawaban yang saya tulis panjang lebar...

Saya adalah salah satu penggiat dakwah kampus yang pernah membantu menyematkan batu bata perjuangan dakwah di kampus IAIDU Asahan, setidaknya kontribusi yang waktu itu kami berikan dengan membawa nama Tim Puskomda Sumut (saat itu akh Herman Siregar termasuk di dalam rombongan yang berpecah-pecah dalam pemberangkatannya ini) bisa dimaknai sebagai ta'awun dalam penyelarasan gerak dakwah kampus di Sumut.

Di lain waktu, bersama Akh Herman dan Akh Hadi Nainggolan (Ketua Puskomda saat itu) juga kita pernah melakukan hal yg sama pada pembentukan dan launching LDK di kampus Al Washliyah Rantau Parapat-Labuhan Batu (pada saat itu belum terpecah jadi Labusel dan Labura). Walau pun LDK ini juga berakhir dengan tragis, namun ingatan di alam pikiran ana ini masih sangat segar tentang kondisi kampus tersebut.

Sebelumnya, kami pernah juga mengisi SANLAT untuk LDK IAIDU yang saat itu bergabung dengan LDK UNA Asahan dalam pelaksanaannya. Dan memang dalam perjalanannya pada saat itu, LDK UNA dan IAIDU berjalan 1 atap. Artinya kegiatan2 LDK UNA Asahan selalu diikuti oleh LDK IAIDU di mana keduanya memang disiapkan sebagai cikal bakal pergerakan dakwah kampus untuk kawasan Asahan dan sekitarnya dengan LDK UNA Asahan yang berdiri sebagai organisasi yang bergerak dengan mengantongi lembaran keabsahan dari pihak kampusnya.

Yang pasti, kedua LDK ini memiliki kondisi yg berbeda. Dalam artian, dua kunjungan perdana kami itu disajikan dengan 2 situasi yang berbeda; Pertama, LDK IAIDU pada saat kunjungan kami itu adalah sebuah LDK yang berada dalam proses merangkak. LDK IAIDU pada saat itu eksis sebagai LDK Pemula padahal menurut analisa saya pada saat itu, LDK IAIDU lebih cocok tampil sebagai LDK Persiapan. Yah, sebuah gerakan dakwah yang lebih tepat untuk mempersiapkan diri untuk lahir dan menampakkan wajah dengan sebuah kekuatan organisasi dan manajerial yang kompeten nantinya. Singkat kata, pada saat itu saya menilai LDK IAIDU terlalu premature untuk eksis sebagai LDK Pemula. Namun karena kondisi yang telah ada adalah demikian, maka saya rasa pada saat itu tidak lebih baik untuk mempermasalahkannya, justru yang lebih baik adalah dengan memotivasi pengurusnya untuk mempersiapkan ide kreatif manuver-manuver dakwah kampus untuk kondisi yang ada padanya saat itu. Tentu saja ini tidak mudah, karena saya belum pernah menemukan konsep gerakan di pergerakan mana pun yang memberikan konsentrasi istimewa secara khusus pada sebuah media/alat gerak yang eksis namun tidak masuk dalam kualifikasi, spesifikasi dan stratifikasi pergerakan itu sendiri, begitu juga halnya dengan gerakan dakwah (kampus).
Kedua,di sisi lain, LDK Labuhan Batu yang juga kami kunjungi untuk pertama kalinya merupakan sebuah pergerakan yang baru menetas dari cangkangnya saat itu. Kalau boleh menambahkan, saya justru ingin mengatakan bahwa kami termasuk orang2 yg ikut menetaskan telur LDK di kampus Al Washliyah itu. Sebuah kampus berbasis Islam yang pada saat itu tidak menerima organisasi kemahasiswaan (Islam) yang lain selain yang berbasis doktrin Al Washliyah itu sendiri. Memang ada organisasi kemahasiswaan pada saat itu namun seperti yang sama2 kita ketahui jauh dan gersang dari nilai2 dakwah. Maka LDK pun diusahakan lahir di situ. Berkat perjuangan akhwat2 luar biasa di sana (salah satunya ukhti Darviana/Evi yang terlihat sangat getol dan menguasai seluruh perencanaan pendirian LDK itu), hasilnya alhamduliLLah, ternyata bahkan salah satu pihak rektorat atau Yayasan (saya lupa) justru hadir untuk memberikan kata sambutan sekaligus meresmikan pendirian LDK di kampus Al Washliyah itu. Bahkan meminta ke depannya LDK bisa membantu dan berperan aktif untuk menggulirkan program-program keIslaman yg telah dan akan disusun oleh pihak kampus, walau pun itu sangat halus terdengar sebagai basa basi yang umum di telinga kita. Namun yang membuat saya sedih adalah kehadiran kabar 1 tahun kemudian, bahwa LDK mendapat tekanan yang luar biasa dari pihak kampus karena keterlibatan beberapa aktivis partai dakwah dalam pengisian beberapa acara-acara yang diselenggarakan oleh LDK di kampus itu. Di akhir amanah saya di Puskomda yang saya ketahui bahwa LDK sudah kehilangan legitimasi dan hanya mampu melaksanakan pembinaan-pembinaan dalam kelompok2 yang sangat kecil jumlahnya. Hingga kini saya tidak mengetahui lagi bagaimana kondisinya di sana.
Ikhwa fiLLah, saya tidak sedang menulis sebuah buku, tapi saya ingin menjawab permasalahan yang disampaikan oleh saudara kita akhina Muhammad Aidil tentang keterpurukan LDK IAIDU Asahan, dan juga semoga saja bisa menyadarkan kita tentang permasalahan2 yang sedang dan akan melanda kita dan LDK kita.
Akhir2 ini kita semakin sering mendengar permasalahan2 yang perlahan keluar dari tirai2 LDK secara berkonvoi, seolah-olah ini adalah zaman yang memang mengharuskan LDK berkubang dalam permasalahan yang secara keseluruhannya hampir2 mirip. Sebut saja masalah militansi yang menurun, struktur yang tidak lagi solid seperti para pendahulu, legalitas yang tercabut, dukungan dan simpati dari masyarakat kampus yang mulai pudar, sampai permasalahan kemaksiatan virus merah jambu yang melanda dan dilakoni oleh para aktivis dakwah kampus itu sendiri. Semoga tulisan saya ini juga mampu memberikan efek penelanjangan di dalam hati kita untuk bertafakkur di hadapan ALLAH Azza Wa Jalla…
Saya mulai dari permasalahan LDK IAIDU dulu yah…
1. Kesalahan Kecil dalam Perencanaan
“Sebuah kondisi yang salah atau sebuah kesalahan, tentu saja bukan hadir tanpa alasan atau penyebab. Hanya orang-orang lemah lah yang tidak mampu melihat penyebab dari sebuah kesalahan, terutama kesalahan dirinya. Begitu juga dengan prikehidupan suatu organisasi”, demikian salah satu substansi mata kuliah Organizational Behaviour (Prilaku Organisasi) yang pernah saya dapatkan di semester 7 beberapa tahun yang lalu. Prinsip ini juga akan bisa kita pakai sebagai kacamata dalam melihat kesalahan yang terjadi pada semua segmen pergerakan LDK dan organisasi-organisasi yang lainnya.
Mohon maaf sebelumnya bila tulisan ini agak panjang, karena saya bukan hanya memberikan masukan atas permasalahan yang disampaikan oleh Akh Muhammad Aidil secara tekstual saja, tapi lebih dari itu saya ingin mengajak para member milis ini untuk menyempatkan waktu untuk kembali mengaktifkan daya analisa seorang peneliti, keberanian seorang pejuang, ketajaman pikiran seorang ilmuan, kekuatan naluri budayawan, kekuatan ibadah para sholihin, dan sebagainya sebagaimana yang telah disampaikan oleh Syeikh Syahid Imam Hasan Al Banna yang mungkin aja sebagian atau keseluruhannya ada pada diri kita, tapi mungkin kita lalai dalam merawatnya. Atau mungkin kita tidak menyadari akan potensi kita tersebut? Saya rasa itu justru menjadi kesalahan tambahan bagi pribadi kita sendiri.
Salah satu kesalahan kecil yang memiliki efek imbas luar biasa paling besar adalah kesalahan dalam perencanaan. Ada banyak sisi yang harus dilalui dalam menyusun rencana. Kesalahan dari beberapa sisi perencanaan memang terlihat dan terasa tidak terlalu merisaukan pada saat itu. Sekali lagi, pada saat itu…!!! Namun efek itu akan menampakkan efek aslinya beberapa waktu setelahnya. Bisa satu atau dua bulan, setahun, dua tahun, lima atau bahkan 10 tahun setelahnya.
Meletakkan klasifikasi LDK dalam sebuah tingkatan yang salah memang tidak terlihat sebagai sebuah kesalahan pada saat itu, tapi kini kita bisa menyaksikannya pada beberapa LDK yang ada, termasuk LDK IAIDU. Seperti yang telah saya sampaikan di atas, bahwa seyogiyanya LDK IAIDU belum layak dimasukkan sebagai LDK Pemula sekalipun. Mungkin antum bertanya-tanya, mengapa saya begitu ngotot untuk masalah ini, atau mungkin juga antum belum bisa melihat hubungan antara fenomena yang dialami oleh LDK IAIDU ini dengan apa yang ana sampaikan ini. Semoga saja ke depannya setelah membaca lebih jauh tulisan saya ini antum bisa melihatnya secara jelas.
Klasifikasi LDK dibuat bukanlah untuk membuat diskriminasi LDK sebagaimana kelas-kelas di dalam masyarakat, seperti kelas bawah, kelas menengah, menengah ke bawah, kelas atas, dan kelas menengah ke atas. Klasifikasi LDK dibuat justru untuk memudahkan semua LDK (terutama LDK yang masih dalam tahap pemula dan persiapan) menyelaraskan gerakan dakwahnya secara utuh dan membumi dengan menyesuaikan kondisi dan kemampuan yang dimilikinya. Semakin ke atas klasifikasi sebuah LDK maka akan menuntut kemampuan manajerial keorganisasian dan kerja-kerja yang lebih besar pula. Akselerasi dakwah kampus yang selama ini sering kita dengar tidaklah tepat disalahartikan dengan tergesa-gesa untuk menaikkan strata/klasifikasi LDK kita secepat mungkin berdasarkan selera nafsu kita.
Bila seorang anak umumnya memasuki Sekolah Dasar (SD) pada umur 6 tahun, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa anak umur 10 tahun selayaknya sudah memasuki kelas 5 SD karena kondisi dan kemampuan yang dimiliki anak umur 10 tahun memang berada pada kelas tersebut. Bisakah kita bayangkan apa yang akan terjadi bila anak umur 10 tahun tersebut dipaksa belajar di ruangan siswa kelas 2 SMP?
Ini adalah salah satu kesalahan yang terjadi pada LDK IAIDU Asahan, setidaknya ini adalah opini dan analisa Pribadi saya. Namun tentu saja saya tidak menyatakan bahwa kesalahan ini adalah kesalahan para pengurus dan kader di IAIDU, tapi yang pasti ini adalah masalah kita bersama yang membutuhkan solusi dari kita semua.

2. LDK dan Politik Kampus
Ada beberapa perbedaan sistem politik di beberapa kampus yang berbeda pula. Ada kampus yang menggunakan sistem senat dan ada pula kampus yang menggunakan sistem terbuka. Bahkan ada kampus yang tidak mengakomodir kepentingan politik kampus di dalam kampusnya. Untuk kampus yang menggunakan sistem senat, biasanya proses politik kampus dilaksanakan oleh senat yang merupakan gabungan dari beberapa unsur perwakilan. Sangat memungkinkan bagi LDK untuk menjadi salah satu bagian dari unsur ini. Segala keputusan politik dibuat dan disepakati di dalam forum senat ini. Senat ini lebih lazim disebut dengan nama Senat Mahasiswa. Senat mahasiswa dengan komposisi tertentu akan dilibatkan pada proses politik yang lebih tinggi lagi seperti pemilihan Rektor, Yayasan dan sebagainya.
Sedangkan sistem terbuka terlihat lebih modern, di mana politik diselenggarakan selayaknya politik yang diselenggarakan pada sebuah Negara dengan menghadirkan dan mengikutsertakan partai-partai politik kampus. Di sini selain dinamika politik, kemungkinan instabilitas kampus juga sangat tinggi. Artinya goyangan ketertiban dan kenyamanan proses belajar mengajar di kampus sangat besar untuk terjadi. Namun hal ini sebenarnya bisa diminimalisir bila ada seperangkat aturan dan oknum penegak yang tegas dalam menlaksanakannya. Partai pemenang akan didaulat menjadi pemimpin dalam sebuah Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) dan kemudian akan menyusun komposisi pemerintahannya dengan atau tanpa melibatkan partai-partai yang lain. Sama seperti halnya Senat, maka PEMA pun akan menjadi salah satu bagian dalam proses politik setingkat lebih tinggi darinya.
Dari uraian di atas, kita bisa pahami betapa besar sesungguhnya potensi dan manfaat bila pucuk-pucuk posisi tersebut bisa dipegang oleh LDK, atau setidaknya bisa dipengaruhi oleh LDK, karena hal ini juga akan berpengaruh pada keputusan politik terhadap masyarakat kampus yang menjadi objek dakwah kita dan juga kepada eksistensi LDK itu sendiri. Analisa ini pula lah yang sering menggelincirkan LDK untuk jatuh dalam peperangan politik tak berkesudahan dengan meninggalkan banyak kerusakan dan musuh-musuh politik yang siap menerkam di sana-sini. Seharusnya dengan pemahaman dan analisa seperti yang saya sampaikan di atas, LDK bisa lebih hati-hati dalam hal politik kampus. Bukankah dakwah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bisa mengambil kesempatan dengan tidak melupakan dampak buruk dari kesalahan yang diambil dalam politik itu sendiri. Sehingga demikian kita akan menjadi orang yang sangat hati-hati dalam kancah politik.
Politik memang tidak pernah absen dari praktek-praktek kotor. Sehingga orang yang berenang di kolam politik dituntut memiliki kemampuan multitalenta untuk sekedar bisa sampai ke tujuannya dengan aman, bukan untuk menjadi pemenang. Menjadi pemenang dalam sebuah pertarungan politik tentu saja memerlukan pembahasan yang panjang. Selain itu, politik sangat kuat dengan corak tawar-menawar, sementara dakwah sangat lemah untuk melakukan proses tawar-manawar itu. Sebab dakwah sejatinya berisi pesan kebenaran yang tak terbantahkan dan terelakkan. Lalu bagaimana mungkin bisa ditawar-tawar lagi. Hal inilah yang menurut Syeikh Yusuf Qordhowi menjadi salah satu kepentingan lahirnya fikh dakwah kontemporer yang memasukkan unsur politik dan kepentingan dakwah terhadap politik itu sendiri ke dalam pembahasannya. Kemashlahatan, yang ditentang oleh Hizbut Tahrir untuk dijadikan alasan menerima politik demokrasi, oleh sebagian besar ulama diterima untuk turut diperhatikan bahkan ikut serta di dalamnya oleh suatu gerakan dakwah. Permasalahannya adalah, manakah yang lebih besar mashlahatnya, pengaruh politik kah? Atau eksistensi dakwah? Tentu saja jawaban ini akan berbeda menurut kondisi yang berbeda pula. So, antum sendiri akan bisa menjawabnya untuk kondisi dakwah kampus di sekitar antum.
Saya hanya ingin menyampaikan, bila tidak menjadi sebuah kebutuhan maka sebaikanya LDK jangan dulu terlibat dalam politik kampus secara praktis. Terkecuali bila memang keberadaan LDK di kampus secara otomatis mengikutsertakannya ke dalam sistem politik kampus. Bila demikian halnya, maka LDK mau tidak mau harus menyediakan sebuah sarana khusus bagi para kader-kader terbaiknya yang kelak akan ditransformasi menjadi delegasi LDK ke dalam sistem politik kampus itu sendiri.
Saya lebih setuju bila LDK dipisahkan dari politik. Tapi ini bukan berarti LDK menolak politik. Akan lebih baik bila ada sebuah lembaga politik khusus yang didirikan dan diisi oleh kader-kader LDK dan mereka focus untuk politik kampus tanpa dilibatkan dalam struktur LDK. Artinya ada dua lembaga yang bisa dipilih oleh aktivis dakwah kampus, aktif di dalam LDK kah atau aktif di dalam lembaga/ partai dakwah kampus. Dengan demikian LDK bisa lebih focus dalam menjalankan serta merumuskan agenda-agenda dakwahnya tanpa dipusingkan dengan politik kampus tersebut. Dengan demikian, yakinkah antum bahwa LDK Pemula dan LDK Persiapan mampu tampil sebagai LDK yang baru saja saya gambarkan di atas? Sekali lagi saya sampaikan, semakin tinggi klasifikasi sebuah LDK maka akan menuntut kemampuan manajerial keorganisasian dan kerja-kerja yang lebih besar pula. Jadi, kita jangan terlalu ceroboh dalam memandang hal ini.

3. Stock Kader dan Regenerasinya
Sebagai eksekutor/pelaksana seluruh agenda dakwah, kader merupakan bagian utama yang sangat dibutuhkan bagi eksistensi sebuah LDK. Kredibilitas kader juga turut mempengaruhi kualitas LDK itu sendiri. Selain itu jumlah kader yang mumpuni juga merupakan sebuah modal yang cukup besar dalam memasuki fase “futuh dakwah” kampus. Namun yang harus kita pahami bersama adalah bahwa jumlah dan kualitas kader harus senantiasa diupayakan berada sejajar tanpa melebihkan yang satu di atas yang lainnya. Kita telah menyaksikan bagaimana jumlah pasukan kaum muslimin yang lebih banyak dari pasukan kaum musyrikin ternyata bisa dikalahkan dalam perang uhud. Ini memberikan pengajaran kepada kita bahwa kualitas kader harus senantiasa ditingkatkan di samping meningkatkan kuantitas/jumlah pendukung dakwah ini.
Namun kenyataannya kita sering melihat dan mendengar dari beberapa saudara kita bahwa mereka merasa kewalahan dan bahkan (astaghfiruLLahal ‘adziim) ada yang putus asa dengan amanah-amanah yang menumpuk di pundaknya dikarenakan minimnya kader yang ada, atau kader yang bersedia untuk berbagi tugas dengannya. Saya sangat yakin, apa yang disampaikan oleh Akh Muhammad Aidil tentang minimnya kader bukanlah hal pertama kali yang kita dengar. Hal ini memiliki aroma yang tidak jauh berbeda dengan berita tentang bermasalahnya keberadaan kader lantaran regenerasi yang tidak berjalan dengan baik. Saudaraku, sadarkah kita apa sebenarnya yang menyebabkan regenerasi dan permasalahan kekaderan lainnya menghinggapi kita?
Terlalu banyak buku yang terbit dan berbicara tentang pengkaderan, rekruitmen, peningkatan kualitas ruhiyah-fikriah-jasadiah kader, bahkan sampai topic regenerasi kader. Namun seolah-olah semaikn banyak buku yang terbit maka semakin beragam dan banyak pula masalah itu muncul. Lalu di manakah pusat penyebabnya?
Jawabannya ada dari pelajaran perang Uhud saudaraku. Seperti apa sebenarnya kita menarik hikmah dari sejarah besar yang satu itu, maka itu pula lah yang akan mempengaruhi kontribusi kita dalam pergerakan dakwah kampus ini. Saya tidak akan mengarahkan antum untuk menarik hikmah dari perang uhud sesuai dengan pemahaman saya ke dalam poin-poin berunut. Saya yakin antum akan mampu menemukan hikmah sejati dari kisah perang uhud itu dalam melihat permasalahan di LDK antum, terkhusus dalam hal eksistensi dan regenerasi kader di dalamnya. Yang jelas, kedekatan kita kepada ALLAH sebagai pejuang di jalan-Nya senantiasa mempengaruhi takdir perjalanan dakwah ini. Oleh sebab itu, mutaba’ah atau evaluasi terhadap kebersihan ruhiyah kita selayaknya terus kita pantau secara pribadi maupun secara kelembagaan. Meremehkan hal ini akan menghadirkan kesedihan akan kekalahan perang uhud berulang dalam kehidupan kita.

4. Berjihad dengan Harta dan Jiwa
Kita mungkin saja sudah sangat hafal atau bahkan sudah sangat sering mendengarnya hingga kita seolah sudah muak dan menganggap remeh ayat ini. Yah, ayat di dalam Al Qur’an yang berulang-ulang kali menyuruh kita untuk paripurna dalam berdakwah, yakni dengan harta dan jiwa kita. Pada kesempatan ini saya ingin mengajak kita semua, apakah kita sudah paripurna dalam berdakwah, terkhusus untuk frase yang terakhir, berjihad dengan jiwa kita.
Kita sama-sama memahami bahwa ALLAH tidak akan membebani seseorang dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Dalil ini ternyata sering dijadikan sanggahan dan alasan untuk kemudian sedikit kurang aktif atau bahkan absen dalam beberapa agenda dakwah oleh beberapa kader. Penilaiannya sangat sederhana, karena kita merasa belum mampu untuk menunaikan agenda A atau ada hal lain yang menurut kita lebih prioritas, pakai dalil fikh prioritas lagi…!!! Ada juga yang berargumen kalau dirinya sudah berusaha maksimal menurut kemampuannya hingga ia tidak bisa terlibat atau melaksanakan sebuah tugas dakwah. Fenomena prioritas akademis yang diletakkan di atas dakwah dari hari ke hari kian menguat dan mengokoh di kalangan aktivis dakwah, sebagaimana semakin menguatnya opini kaum feminism tentang isu-isu gender di kalangan wanita, tak terkecuali wanita muslim.
Siapa yang mengatakan bahwa dakwah tidak boleh mengganggu aktifitas akademis antum? Dengan memposisikan diri sebagai aktivis dakwah kampus, maka secara otomatis antum sudah menyiapkan diri untuk terganggunya sebagian proses akademis antum demi kegemilangan tujuan dakwah di kampus. Walaupun sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara keaktifan dakwah kampus dengan kemerosotan prestasi akademis kita. Kita banyak menyaksikan kader-kader unggulan yang ternyata berprestasi dalam hal akademisnya. Setidaknya kader-kader yang unggul dan aktif dalam pergerakan dakwah kampus justru tampil sebagai mahasiswa-mahasiswa yang memiliki kemampuan akademis yang bisa dibilang di atas rata-rata dengan nilai kompetensi yang jauh melampaui mahasiswa-mahasiswa kutu buku yang lain. Atau, apakah kita menjadikan penyelesaian studi di kampus dengan ambang waktu secara umum sebagai tolak ukur suksesnya akademis kita, atau penguasaan ilmu dan kapabilitas kita yang menjadi kesuksesan seorang mahasiswa di dalam aktivitas menimba ilmunya?
Ikhwa fiLLah... mari kita tadabburi kembali firman ALLAH di dalam Surrah Ash-Shof (QS.61) : 10-13, bahwa ALLAH menjanjikan hal yang tidak main-main untuk kita mana kala kita juga tidak main-main dalam berjuang di jalan-Nya. Bila hari ini kita menjadikan kuliah sebagai alasan yang mengikis keparipurnaan kita dalam berkorban, maka yakinlah aka nada banyak lagi alasan-alasan yang sama yang akan kita berikan di masa-masa mendatang dalam berjuang di jalan-Nya. Halangan kerja, amanah keluarga, membangun jaringan di masyarakat, dan seterusnya, yang itu pun tidak maksimal kita laksanakan.
Mengorbankan 3 sks dalam mata kuliah tertentu tentu saja tidak boleh dikatakan sebagai tindakan mengorbankan kuliah karena hal itu memiliki porsi yang terlalu kecil untuk dikatakan sebagai pengorbanan, apa lagi dikatakan pengorbankan prestasi akademis, sungguh itu adalah hal yang terlalu mengada-ada. Sebenarnya apakah kita masih yakin atau tidak bahwa mana kala kita benar-benar melakukan pengorbanan untuk ALLAH maka ALLAH tidak akan diam dengan pengorbanan kita itu? Atau jangan-jangan tanpa kita sadari virus “wahn” yang telah diingatkan oleh Rasulullah SAW telah menjangkiti kita dengan (sekali lagi) tanpa kita sadari? Yah, kita takut kuliah akan jadi berantakan, ujian tidak lulus, kemudian susah dapat kerja atau menciptakan lapangan pekerjaan hanya gara-gara kita mengorbankan kuliah? Padahal yang kita lakukan hanya membolos 3 sks untuk sebuah agenda dakwah, lalu bagaimana ceritanya bila dakwah menuntut antum untuk cuti 1 atau 2 semester untuk mengemban risalah dakwah tertentu…??? Wah udah terbayang donk jawaban apa yang akan terlontar yang diikuti dengan ekspresi wajah yang jauh dari kesiapan seorang pejuang ALLAH yang sholih…astaghfiruLLahal’adzim…
Ikhwani fiddiin, wa akhwati fiLLah,
Saya tidak sedang mengajak antum untuk mengikuti jejak ana yang menyelesaikan studi S1 selama 8,3 tahun. Saya tidak menyuruh antum untuk sering-sering bolos kuliah dan sebagainya. Saya justru ingin mengetuk pintu hati nurani antum untuk kembali meletakkan jalan dakwah sebagai jalan utama yang mendapatkan tempat prioritas di dasar hati kita. Setelah itu, maka sesuaikanlah langkah antum kepada situasi dan kondisi yang ada untuk semaksimal mungkin berkontribusi pada jalan yang mulia ini. Jalan ini mulia jika hanya dibangun oleh orang-orang yang mulia dengan pengorbanan-pengorbanan yang mulia pula. Yakinlah ALLAH gak akan menyia-nyiakan sekecil apa pun pengorbanan kita, ALLAH PASTI akan ganti semua pengorbanan kita dengan yang lebih baik di dunia dan akhirat kelak. Tapi kita juga harus ingat bahwa ALLAH MAHA TAHU dan MAHA TELITI dengan pengorbanan “ecek-ecek” yang kita lakukan di hadapan manusia, dengan ketakutan hati kita untuk melakukan pengorbanan yang akhirnya “setengah hati” untuk-Nya.
Dan demi ALLAH,semuanya akan kembali pada ALLAH…

waLLahu a’lam bish-shawab
Minggu / 16 Mei 2010 – 24.00 WIB

Tidak ada komentar: