Biodata

Foto saya
Lifestyle of Medan's People, Do You Want to Beat it...???

09 Mei 2009

Antasari, KPK dan Opini yang Tergiring...

original post in http://suryamuslim.blogspot.com/

Salah satu topik yg sedang menghangat di persada negeri pertiwi saat ini adalah ditangkapnya Antasari Azhar oleh POLDA METRO JAYA setelah sebelumnya statusnya diubah dari saksi menjadi tersangka atas kasus pembunuhan atas korban Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran yang ditembak pada 14 Maret 2009 sepulangnya dari bermain golf di Moedern Land Tangerang. Hingga kemudian polisi menangkap 6 pelaku tersangka eksekutor, serta 3 lainnya yakni Kombes Wiliardi Wizae, Sigid Haryo Wibisono, dan Antasari Azhar.

Sekedar menyegarkan kembali ingatan kita bahwa tragedi pembunuhan 'versi mafia' ini terjadi sekitar 1 bulan sebelum Pemilu Legislatif dilaksanakan. Pada saat itu memang hampir seluruh media memberitakan kasus ini, namun hanya saja karena kejadian kasus ini berdekatan dengan (persiapan) pelaksanaan Pemilu Legislatif yang merupakan even berskala nasional (yang pada saat itu sedang berada dalam suasana hangat-hangatnya iklim politik di negeri ini), maka intensitas pemberitaan kasus ini pun tertambal oleh pemberitaan seputar iklim politik yang ada. Dan yang harus kita ingat, issue kisruh morat-maritnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang (seharusnya) menjadi tanggung jawab KPU pada saat itu juga sudah bergema. Tentu saja hal ini tidak jauh dari motavasi politis dari para politisi dan partai politik yang pada saat itu kita bisa saksikan sendiri.

Lebih dari satu bulan setelah insiden kejam itu terjadi atau 1 bulan setelah pelaksanaan Pemilu Legislatif digulirkan dengan menghasilkan sejumlah catatan berwarna-warni dalam kantong KPU, lalu kasus penembakan Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran ini kembali menjadi bahan hangat pemberitaan di seluruh media yang ada karena salah satu pejabat publik yang menduduki posisi strategis dan berpengaruh dalam menentukan masa depan negeri ini disebut-sebut masuk dalam daftar orang-orang yang menjadi dalang atau aktor intelektual dari kasus ini, Antasari Azhar, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia yang merupakan salah satu komisi independen dari beberapa komisi independen yang ada di negara hukum ini.

Saya sempat geli saat melihat salah seorang pembawa acara "Apa kabar Indonesia pagi" di TV ONE yang bertanya kepada nara sumber tentang tanggung jawab KPK kepada Presiden yang seolah-olah KPK bertanggung jawab kepada Presiden atau KPK berada di bawah garis struktural Presiden... (pernah juga ada wartawan TV1 yang mengatakan PKS dengan sebutan Partai Keadilan Sosial, Hahaha...gimana sih sistem rekruitmen di TV1 itu ya...???)

Upz, kembali ke tema tulisan...
Seiring dengan kondisi yang terjadi ini, maka timbul berbagai persepsi dan tanggapan dari seluruh lapisan lembaga (pemerintah & non pemerintah) dan masyarakat. Sementara saya adalah salah satu bagian dari rombongan orang-orang yang disebut sebagai 'masyarakat'. Maka saya juga merasa tertarik untuk memanfaatkan media yang ada ini untuk menyampaikan pendapat saya terhadap kasus yang menghebohkan ini.

Meminjam istilah Amien Rais, maka ada beberapa pemikiran yang bermain di dalam "komputer" otak saya terkait kasus ini, antara lain :

1. Yang kita ketahui bahwa KPK adalah satu-satunya lembaga yang telah berhasil menjaga dan mengembalikan kas negara dari kantong-kantong para koruptor walau kita juga harus mengakomodir sebagian pendapat yang mengatakan bahwa kinerja KPK masih belum maksimal. Tapi tetap saja itu tidak akan merubah sejarah bahwa sedikit atau banyak, maksimal atau pun tidak, KPK telah melakukan itu.

Dalam ketentuan dunia yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, tentu saja orang-orang zhalim/jahat tidak akan senang dengan orang-orang baik/sholeh karena kebaikan-kebaikan yang dilakukannya akan bersinggungan dengan kejahatan yang dilakukannya. Artinya, tentu saja para koruptor tidak akan senang atau lebih tepatnya 'sangat membenci' kerja-kerja KPK ini.
Sehingga sangatlah mungkin Antasari Azhar dijadikan korban utama dalam kasus ini, sementara Nasruddin Zulkarnaen adalah korban tambahan / kambing hitam pengalihan sebab pembunuhan karakter dan pencitraan dari icon KPK ini.

2. Adanya libido kekuasaan dari rival politik kubu cikeas untuk menjatuhkan pamor dan popularitas Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (yang issuenya akan dipaketkan dengan anggota majelis syuro PKS Hidayat Nurwahid dalam PILPRES mendatang) ini tak pernah bosan untuk menjadikan kisruh DPT sebagai busur issue sentral dengan 2 mata anak panah, (menjatuhkan rival, dan meraup simpatik vouters untuk kemudian mau merubah kiblat pilihannya).
Seperti yang sudah coba saya buka di atas, bahwa kisruh DPT ini sudah dimulai sebelum kasus pembunuhan ini terjadi. Maka kemudian lahirlah persepsi-persepsi dangkal dari sebagian kalangan bahwa mungkin saja kasus pembunuhan ini adalah pengalihan issue oleh Pemerintah sebagai pembawa marwah KPU dalam kisruh DPT yang pasang surut pemberitaannya di media ini. Walau pemikiran ini memang mungkin saja benar, tapi saya berfikir hal ini agak berlebihan dan terkesan terlalu kejam bin ceroboh untuk dilakukan oleh Pemerintah atau pun oleh kubu cikeas bila motivasinya adalah murni kekuasaan atau kemenangan pada PILPRES nantinya. Karena terlalu bodoh rasanya apabila pemerintah (yang memegang peranan penting di negeri ini) tidak melakukan pembelaan atas tuduhan apa pun yang menimpanya melalui serangkaian kewenangan dan kebebasan akses (yang biasa disalahgunakan) yang dimilikinya.
Yang perlu kita camkan bersama adalah belum pernah sejarahnya di negeri ini lembaga negara yang kalah dengan lembaga/personal mana pun saat berhadapan dalam kasus hukum.
Jadi saya berpendapat, persepsi ini adalah sesuatu yang kadar kemungkinannya sangat lemah.

3. Kemungkinan atas tuduhan bahwa Antasari Azhar adalah otak pelaku pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen adalah sesuatu yang lumrah. Apa lagi bila kita melihat dan mengikuti skenario yang didugakan oleh pihak kepolisian, maka akan terlihat bahwa Antasari Azhar merupakan satu-satunya otak atau sumber utama dari kasus pembunuhan ini tanpa menafikan eksistensi Rani Juliani dalam historis tragedi ini.
Namun (berkaitan juga dengan poin 1) yang perlu kita pahami adalah seandainya memang benar dan terbukti Antasari Azhar sebagai otak pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen ini, maka aksi tersebut adalah tindakan kriminal personal yang dilakukan oleh Antasari Azhar sebagai pribadinya, bukan tindakan kriminal lembaga secara terstruktur, terkecuali nanti fakta hukum berbicara yang lain lagi.
Artinya, keterjeratan Antasari Azhar dalam kasus ini tidak memiliki hubungan struktural apa pun dengan kinerja dan kelanjutan kerja KPK ke depannya. Bila kita memandang negatif Antasari nantinya setelah (bila) ia terbukti bersalah, maka pandangan itu tidak boleh mencoreng prestasi KPK selama ini dan kepercayaan kita kepada Lembaga Pemberantas Praktek Korupsi ini. Sementara mengenai kekosongan posisi seorang Ketua KPK yang merupakan salah satu bagian dari unsur Pimpinan KPK maka hal ini selayaknya dikembalikan kepada peraturan yang berlaku dalam ruang lingkup KPK itu sendiri dengan merujuk Undang-Undang mendukungnya. Sejatinya seluruh unsur lembaga negara yang ada memback up kondisi abnormal KPK ini dengan pemikiran-pemikiran yang solutif untuk kemudian bisa dijadikan landasan bagi KPK untuk terus membabat para koruptor dan tindakan koruptif lainnya yang masih ngantri dalam daftar incaran KPK.

Tegakkan supremasi hukum tanpa pandang Bulu,
Babat habis terus para koruptor...
Jayalah Keadilan Hukum,
Jayalah KPK,
Jayalah negeriku,
Jayalah...!!!

Tidak ada komentar: